Kembali ke halaman sebelumnya

NETRALITAS DAN SANKSINYA BAGI APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM (SUATU TINJAUAN TEORI)

A. PENDAHULUAN
Dalam upaya mewujudkan Tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan konstitusi, serta terselenggaranya pembangunan dan fungsi umum yang baik oleh pemerintahan (good governance), telah terjadi tuntutan bagi pemerintah untuk dapat menciptakan sumber daya ASN yang memiliki jiwa profesional, integritas, netralitas dan terbebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan menjalankan peran sebagai unsur pemersatu bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Kedudukan dan peranserta pegawai negeri sipil (PNS) dalam organisasi pemerintahan sangat menentukan, sebab PNS merupakan tulang punggung pemerintahan dalam melakukan pembangunan nasional. Sehingga PNS sebagai salah satu inti penggerak dalam pemerintahan harus mampu menjalankan tugas dan kewajibannya berdasarkan kode etik dan disiplin yang telah ditetapkan. Merupakan kewajiban mutlak bagi aparatur negara agar dapat mengelola dan mempertanggung jawabkan kinerjanya dengan tetap memperhatikan etika profesi yang ada. Salah satunya adalah tanggung jawab dan kesadaran untuk dapat bersikap netral dan terbebas dari segala jenis intervensi politik dan golongan tertentu, karena tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini keterlibatan PNS dalam unsur politik masih terjadi. Apabila Aparat Birokrasi mampu memegang teguh asas netralitas dalam pelaksanaan tugasnya maka rakyat secara keseluruhan dapat terlayani dengan baik, tidak memihak dan obyekitf.
Perlu disadari bahwa kasus pelanggaran netralitas oleh PNS dari waktu ke waktu tidak dapat dihindari, pada kenyataannya Pemerintah telah mengatur mengenai netralitas dan larangan PNS untuk ikut serta dalam kampanye maupun keterjalinan partai politik dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah ketentuan Pasal 9 ayat 2 UU ASN yang menyatakan dengan tegas bahwa " Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi dari semua golongan dan partai politik". Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan tentang asas netralitas bagi Aparatur Sipil Negara, akan tetapi masih saja angka keterlibatan PNS dalam kancah politik semakin bertambah. Berbagai upaya pemerintah dalam menekan jumlah keterlibatan PNS dalam kancah politik belum membuahkan hasil yang maksimal. Sehingga epektifitas dari upaya tersebut masih jauh dari kata sempurna. Undang-undang ASN yang menekankan prinsif netralitas dalam ketentuannya, ternyata masih memberikan kesempatan bagi anggota PNS untuk mengantongi hak pilih serta hak untuk dapat dipilih dalam kegiatan politik sebagai seorang pejabat negara. Apabila dicermati lebih lanjut ketentuan tersebut menimbulkan pemaknaan dengan standar ganda dimana PNS melalui ketentuan perundang-undangan dilarang untuk ikut serta dalam segala jenis kegiatan politik namun mereka juga diberikan hak untuk memilih dan dipilih.
Di era sekarang, permasalahan netralitas PNS cenderung dan riskan terjadi pada masa Pemilu dan Pilkada, fenomena tersebut bukanlah hal yang asing terjadi dalam dunia politik dan birokrasi Indonesia. Berangkat dari disahkannya UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah di Indonesia, kini pemilihan pejabat pemerintahan dilaksanakan secara langsung sehingga memicu meningkatnya angka pelanggaran terhadap prinsif netralitas di kalangan birokrasi. Upaya dalam mewujudkan netralitas dalam birokrasi ini harus diusahakan di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Lebih lanjut bagaimana dengan sikap Netralitas bagi PNS Pemerintah Kabupaten Muara Enim terhadap Politik dalam Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Anggota Legeslatif, berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkajinya.
B. SANGSI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM JIKA TERBUKTI TIDAK NETRAL
Adanya Konsep Netralitas dapat memberikan pembatasan dan kepastian akan peran dari pegawai ASN dalam menjalankan tugas pemerintahannya. Pembatasan peran serta pegawai ASN dalam Politik memiliki korelasi yang erat dengan konsep birokrasi yang berorientasi pada legitimasi, otoritas, dan rasionalisme. Upaya yang dilakukan untuk menjaga netralitas pegawai ASN dari pengaruh kepentingan politik dan untuk menjamin keutuhan dan persatuan pegawai ASN, serta agar dapat memusatkan perhatian, tenaga, dan pikirannya kepada tugas yang diamanahkan, maka setiap kegiatan yang dilakukan haruslah berlandaskan asas netralitas. Seringkali dijumpai beberapa kasus keterlibatan ASN dalam Politik Kampanye untuk mensukseskan salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, Pilkada atau calon anggota Legeslatif, Karena pegawai ASN memanfaatkan peluang yang ada. Jika calonnya terpilih dan selama jumlah jabatan sebanding dengan banyaknya sumber daya manusia, maka pemilihan umum dapat dimanfaatkan untuk mengubah konsfigurasi pejabat lima tahun ke depan. Sistem Karir pada pegawai ASN kurang jelas, pengangkatan dan pemberhentian seorang pegawai ASN dari suatu jabatan seringkali di dasarkan pada like and dislike atau faktor kedekatan antara penguasa dengan orang tersebut. Hal-hal tersebut menjadikan orang-orang berusaha mencari peluang agar dapat mendekatkan diri atau mengambil hati dengan penguasa atau calon penguasa. Tidak adanya kejelasan tentang kebijakan mengenai karir pegawai ASN, menjadikan pegawai ASN tersebut berkontribusi untuk terpilihnya seseorang dalam jabatan politik atau dapat diartikan Tim Sukses bagi seseorang tersebut agar pegawai ASN itu mendapatkan posisi atau jabatan yang baik di lingkungan pemerintahan.
Netralitas Birokrasi adalah penomena lama yang senantiasa aktual, terutama menjelang saat dan pasca pemilihan umum, baik pemilihan legeslatif, Presiden dan Wakil maupun kepala daerah. Netralitas Birokrasi pada hakekatnya adalah suatu sistem dimana birokrasi tidak akan berubah dalam memberikan pelayanan kepada pimpinan (dari partai politik yang memerintah) biarpun pimpinan berganti dengan pimpinan dengan parpol yang lain. Pelayanan yang diselenggarakan oleh aparat Birokrasi didasarkan pada profesionalisme bukan karena kepentingan politik. Netralitas juga dimaknai bahwa pemerintahan hendaknya tidak memihak pada kepentingan golongan, tetapi bertindak atas dasar sikap profesionalisme dengan kemampuan individu yang kredibel dan tingkat kapabilitas yang tinggi. Dengan demikian, Netralitas Birokrasi meliputi semua aspek sistem dan pelaku dalam penyelenggaraan sistem politik/ pemerintahan administrasi publik NKRI termasuk di dalamnya Netralitas PNS dalam konteks Managemen PNS atau kepegawaian negara.
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam setiap hajatan Pemilu, Pilkada adalah suatu keharusan. Pegawai Negeri Sipil memang memiliki hak politik untuk memilih, namun sebagai pegawai pemerintah memiliki kode etik yang harus dijaga selama pelaksanaan pemilu, pilkada berlangsung. Indepedensi Aparatur sipil Negara adalah perwujudan dari tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Sanksi tegas kepada pegawai yang terbukti melanggar kode etik dalam menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara bisa mulai dari sanksi peringatan, pembinaaan, hingga pemecatan. Untuk mewujudkan jiwa Netralitas PNS agar tidak terbawa dalam pengaruh dan keterjalinan politik serta membatasi aktifitas politik di lingkungan birokrasi adalah dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menggantikan kedudukan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku tenaga pelayanan publik wajib menjunjung tinggi netralitas dalam menjalankan profesinya. Pengaturan mengenai asas Netralitas secara tegas dalam regulasi ini termaktub dalam pasal 2 huruf f yang menentukan salah satu prinsif yang mendasari penyelenggaraan kebijakan dan Managemen ASN adalah asas Netralitas. Di dalam bagian penjelasan diuraikan bahwa, asas netralitas merupakan di mana aparatur birokrasi tidaklah menaruh keberpihakan dalam bentuk apapun dan kepada kepentingan siapapun. Pasal 9 ayat 2 UU ASN juga menentukan bahwa, Pegawai ASN mesti terbebas dari impresi dan campur tangan suatu golongan dan partai politik, dengan tujuan utama mencegah sikap diskriminatif dalam melayani kebutuhan masyarakat yang bersifat administratif.
Tidak terlibatnya ASN dalam Partai Politik ini mempunyai arti yaitu tidak ikut terlibat menjadi Tim Sukses pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden maupun calon Legeslatif, calon Kepala Daerah pada masa kampanye atau menjadi perserta kampanye baik dengan menggunakan atribut partai atau atribut yang menonjolkan tentang ASN. Sedangkan Tidak memihaknya ASN dalam Partai Politik mempunyai arti yaitu ASN tidak membantu dalam membuat keputusan dan / atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberfihakan pada salah satu pasangan calon kandidat pada masa kampanye yang meliputi,pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkup unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat, serta tidak membantu dalam menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatan dalam rangka pemenangan salah satu calon kandidat pada masa kampanye.
Dalam Bab II Undang Undang ASN juga mengatur mengenai kode etik dan nilai dasar dari perilaku seorang PNS yang wajib menjalankan netralitas. Ketentuan yang dikeluarkan dalam UU ASN ini mempertegas pula aturan yang tercantum dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, bagian tersebut menegaskan mengenai larangan PNS untuk terjun dalam ranah politik dan menunjukan keberpihakan dan dukungan terhadap calon tertentu dengan cara-cara seperti, ikut serta dalam pelaksanaan kampanye dengan menggunakan fasilitas negara serta lambang/ identitas partai maupun PNS, mengarahkan PNS lain sebagai partisipan kampanye, dan juga melangsungkan segala jenis aktivitas yang menjurus kepada keberfihakan bagi calon pemangku jabatan yang menjadi peserta dalam ajang pemilihan. Pada dasarnya, PNS selaku aparat Birokrasi yang mengabdi pada instansi pemerintah wajib bersikap loyal dengan mentaati berbagai regulasi atau peraturan perundangan yang berlaku. Seharusnya birokrasi dibebaskan dari pengaruh dan keterjalinan politik, sehingga pelayanan kepada masyarakat bersifat netral, tidak memihak dan obyektif. Munculnya sikap keberfihakan dari aparatur negara menimbulkan korupsi politik, dimana penyelenggaraan Pemilu, Pilkada tidak lagi didasari oleh asas demokrasi melainkan tindakan yang tidak terpuji. Hadirnya sistem pemilihan secara langsung, telah memberikan dampak terhadap budaya pemerintahan, secara khusus adalah lahirnya relasi diantara lingkup administrasi/ birokrasi dengan politik yang pada akhirnya berimbas pada netralitas birokrasi itu sendiri. Jika Aparat birokrasi dapat menjaga netralitas dalam pelaksanaan fungsinya,maka rakyat secara keseluruhan dapat terlayani secara baik dan profesional. Upaya dalam menjaga ASN dari segala pengaruh partai politik dan dalam menjamin keutuhan, kekompakan, persatuan dan dapat memusatkan perhatian, fikiran, serta tenaga pada tugas yang dibebankan, maka dibutuhkan Netralitas ASN tersebut. Birokrasi yang netral tidak mengutamakan dan memihak kepada kepentingan kelompok rakyat tertentu. Bilamana ditemukan suatu pelanggaran disiplin dan kode etik oleh anggota PNS maka sesuai ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundangan, PNS yang bersangkutan akan dikenakan hukuman/ sanksi.
Sesuai dengan jenis pelanggaran dan sanksi disiplin untuk Aparatur Sipil Negara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Jika terbukti PNS tidak Netral dalam Pemilihan Presiden dan Wakil, Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Legeslatif maka sanksi pelanggaran disiplin ada dua model yaitu sedang dan berat. Untuk Pelanggaran Disiplin Sedang, sanksi yang diterapkan dapat berupa Pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 % (dua puluh lima persen) selama 6 (enam) bulan, Pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 % (dua puluh lima persen) selama 9 (sembilan) bulan; atau Pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 25 % (dua puluh lima persen) selama 12 (dua belas) bulan. Jika di Tempat kerja PNS bersangkutan belum menerima tunjangan kinerja atau sejenisnya maka sanksi nya masih mempedomani PP Nomor 53 Tahun 2010 yaitu berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. Kemudian Hukuman Disiplin Berat sanksi yang diberikan dapat berupa Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Dua Jenis Pelanggaran dan Hukuman yang dikenakan bagi Aparatur Sipil Negara yang melanggar Netralitas yaitu Pertama, jenis Pelanggaran Netralitas berkategori sanksi Sedang meliputi, Memberikan dukungan kepada calon Presiden / wakil Presiden, calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Kedua Jenis pelanggaran Netralitas yang berkategori Hukuman Disiplin Berat meliputi : Memberikan dukungan kepada calon Presiden/ Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara ; Membuat Keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberfihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama,dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, dan masyarakat, ; dan atau Memberikan surat dukungan disertai fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Pemerintah Kabupaten Muara Enim tentunya sangat berperan dalam menjaga Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS), sejauh ini Pemerintah Kabupaten Muara Enim melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) terus berkordinasi dengan Pejabat yang berwenang di Instansi Pemerintah, untuk tetap mengupayakan secara terus menerus agar menciptakan iklim yang kondusif dan memeberikan kesempatan kepada PNS untuk melaksanakan hak pilihnya secara bebas dan tetap menjaga netralitasnya. Juga menghimbau agar melaksanakan pengawasan kepada bawahannya sebelum, selama, sesudah masa kampanye agar tetap mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan kedinasan yang berlaku. Pemerintah Kabupaten Muara Enim menyarankan kepada seluruh pejabat yang bewenang untuk mengambil tindakan apabila ada PNS yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait Pemilu dengan melaporkan dan mengkordinasikan kepada Bawaslu secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan keterangan yang di dapat dari Pejabat di BKPSDM Kabupaten Muara Enim dijelaskan Pada Penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 bahwa tidak ada pengaduan dari fihak manapun tentang Pelanggaran Netralitas bagi PNS Pemerintah Kabupaten Muara Enim, sehingga Tidak ada PNS yang menerima Hukuman Disiplin Sedang maupun Hukuman Disiplin Berat dalam hal masalah Netralitas.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari tulisan tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwasanya suatu ketidak netralan yang dilakukan oleh PNS masih kerap kali dilakukan bahkan banyak baik di tingkat p pusat dan daerah. Hal ini terjadi karena masih lemahnya suatu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan instansi terkait, juga badan yang bertugas dalam melakukan pengawasan penyeleggaraan pemilu yang berkordinasi baik di tingkat pusat dan daerah sehingga pelanggaran-pelanggaran masih kerap kali ditemukan di mana-mana terutama keterlibatan PNS dalam hal praktik yang tidak dibenarkan pada konteks pemilu. Khusus PNS Lingkup Pemerintah Kabupaten Muara Enim tidak terdapat pelanggaran tentang tidak netralitasnya.
2. Saran
Adapun saran penulis sampaikan, dibutuhkan komitmen dan peranan pemerintah, masyarakat dan lembaga yang mendukung netralitas PNS, juga PNS harus dituntut memiliki jiwa profesionalisme sehingga lebih mengedepankan profesi sebagai PNS dibandingkan aktifitas lain yang mengganggu profesinya.

Penulis: Drs. Zulkifli, M.Si. (Analis Kepegawaian Ahli Madya)




Menurut pengunjung, apakah isi website ini bersifat informatif ?

Pilih
Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


Alamat : Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 16 Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Telepon : (0734) 424557
Fax : (0734) 424557
Email : bkpsdm.muaraenim@yahoo.com / bkpsdmmuaraenim@gmail.com -

Statistik Pengunjung
  • Pengunjung (1104955 Kunjungan)
  • Hits (1104955 Kunjungan)
  • Hari Ini (461 Kunjungan)
  • Kemarin (694 Kunjungan)